"Dim , bangun dim"
"Dimas akan segera sadar kok , tenang saja , hanya gegar kepala ringan , justru yang harus kita kwatirkan bukan kepalanya"
"Dok , kakinya dimas gimana dok"
"Syukurlah kamu sudah sadar ya dimas , istirahat yang banyak , ingat kaki kakanmu ini cederanya cukup parah , jangan di pakai untuk yang berat-berat dulu , apa lagi untuk main bola" kata sang dokter lalu meninggalkan ruang perawatanku , "tim kita jadinya gimana don" tanyaku ke brandon yang berdiri di samping tempat tidurku , "lu ga usah pikirin sepak bola dulu , piala itu udah ga ada maknanya , masi ada kompetisi selanjutnya" , "eh dim , makan dulu yuk" sambung celine sambil mengambil piring berisi makanan yang sudah disiapkan oleh rumah sakit , "gue makan sendiri aja" kataku menolak ketika celine ingin menyuapiku.
"Dim , gue udah telpon bokap lu , katanya dia bakal sampe di jakarta besok" kata brandon yang sedang duduk di sofa di kamar rawatku. "Emangnya dia peduli?" Jawabku singkat sambil tetap bersandar di sandaran tempat tidurku.
"Kan udah papa bilang , kamu ga usah nekat ke jakarta , begini kan jadinya , setelah kamu baikkan, kita pulang ke bandung"
"Aku tetep mau di jakarta"
"Mau jadi apa kamu kalo di tetap di jakarta , sekolah ga jelas , stiap hari kerjanya cuma main bola , nanti kalo kaki kamu udah lumpuh baru tau kamu"
"Aku tetep mau di jakarta"
Mungkin pertengkaran antara aku dan ayahku terdengar sampai keluar kamar , mungkin brandon dan arya bisa mendengarnya , mendengar semuanya dengan jelas. Ini lah penyebab aku tak mau ayah datang ke jakarta , aku tak mau ayah tau jika sesuatu menimpaku , dia pasti akan selalu menyalahkan keputusan bodohku yang memilih untuk ke jakarta dari pada tinggal bersamanya di bandung.
#bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar